LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2006

LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2006

NOTA PENGANTAR

LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2006

Disampaikan pada Rapat Paripurna

DPRD Provinsi Jawa Barat

Tanggal, 29 Maret 2007

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Yth. Saudara Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat;

Yth. Unsur Pimpinan Daerah Provinsi Jawa Barat serta Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Barat;

Para tokoh dan sesepuh Jawa Barat, tokoh agama, pimpinan organisasi sosial politik, organisasi kemasyarakatan, LSM, insan pers serta warga masyarakat Jawa Barat yang saya cintai.

Hadirin undangan yang berbahagia.

Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat, nikmat, hidayah dan karunia-Nya yang tak pernah putus kepada kita sekalian, hingga pada saat ini kita dapat bersilaturahiim dan berkumpul untuk menghadiri penyampaian Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur Jawa Barat Tahun 2006.

Menyertai penyampaian LKPJ Tahun 2006, telah kita maklumi bersama, saat ini masyarakat Jawa Barat pada khususnya dan Indonesia pada umumnya, tengah mengalami cobaan dan permasalahan kehidupan yang penuh tantangan di berbagai aspek kehidupan. Saya turut prihatin atas terjadinya berbagai musibah dan bencana di tanah air termasuk di wilayah Jawa Barat yang datang silih berganti, antara lain tsunami, kekeringan, angin puting beliung, banjir, longsor, serta penyakit flu burung dan demam berdarah dengue. Berbagai bencana dan musibah ini hendaknya semakin mendorong kita untuk lebih arif dan bijaksana dalam menjalankan tugas khalifatullah di alam semesta ini.

Rapat Paripurna DPRD serta hadirin yang saya hormati,

Penyampaian LKPJ merupakan salah satu kewajiban konstitusional yang harus disampaikan Kepala Daerah, baik setelah berakhirnya tahun anggaran maupun pada akhir masa jabatannya. Kewajiban tersebut merupakan pelaksanaan dari ketentuan pasal 27 ayat (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Saya sampaikan kehadapan rapat paripurna terhormat ini, bahwa tata cara pertanggungjawaban kepala daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 dan Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2001, telah mengalami penyempurnaan, baik secara substansi maupun mekanisme pembahasannya. Hal tersebut merupakan respon pemerintah terhadap adanya berbagai perubahan kondisi dan perkembangan masyarakat yang kian menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Untuk itu telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Masyarakat.

Mencermati klausul pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang mekanisme pembahasan LKPJ yang memerlukan pembahasan secara internal oleh DPRD, guna menghasilkan rekomendasi perbaikan pemerintahan daerah, kiranya hal tersebut akan menjadi sebuah wahana bagi peningkatan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Kami berharap rekomendasi kinerja tersebut, telah dapat kami terima dalam kurun 30 hari mendatang, sehingga akan turut berkontribusi terhadap upaya pembaharuan manajemen pemerintahan di berbagai aspek.

Berkaitan substansi LKPJ Tahun 2006, strukturnya masih menggunakan basis dokumen rencana strategis daerah. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 28 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007, yang menegaskan bahwa “ daerah yang belum melaksanakan pemilihan kepala daerah secara langsung dan masih menggunakan rencana strategis daerah sebagai dokumen perencanaan jangka menengah, penyusunan LKPJ didasarkan pada renstra daerah”. Namun demikian, semangat dan makna penyampaian LKPJ ini, tetap memiliki kesamaan, yakni dalam kerangka memperkuat keseimbangan peran (check and ballances power) diantara elemen penyelenggara pemerintahan daerah, terutama antara DPRD dan perangkat pemerintah daerah.

Dalam konstruksi hubungan kepemerintahan demikian, saya berkeyakinan komunikasi dialogis antara kelembagaan pemerintahan daerah, akan semakin harmonis dan berimplikasi pada penajaman agenda-agenda kinerja pemerintahan daerah, dalam menyikapi berbagai tuntutan dan kebutuhan publik.

Rapat Paripurna DPRD serta hadirin yang saya hormati,

LKPJ Tahun 2006 sebagai progress report tahun keempat dari pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat Periode 2003-2008, pada dasarnya merupakan perwujudan tanggungjawab amanah pemerintahan yang kami emban.

Dalam perspektif amanah dan substansi kepemerintahan tersebut, penyampaian progress kinerja pemerintahan kepada DPRD, sekaligus merefleksikan akuntabilitas bersama antara kelembagaan pemerintah daerah dan DPRD. Hal demikian merupakan konsekwensi atas berbagai kesepakatan bersama dalam memaknai kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang telah kita tuangkan dan APBD Tahun 2006. Dengan demikian, mekanisme LKPJ merupakan wahana untuk saling berbagi peran dalam menganalisis kondisi kinerja pemerintahan daerah, yang telah dilakukan sepanjang Tahun 2006. Kiranya hal tersebut akan semakin mendorong tumbuhnya semangat obyektivitas dan kemitraan yang harmonis, dalam menyempurnakan kinerja pemerintahan daerah di masa mendatang.

Dalam kerangka memelihara kemitraan untuk pengelolaan pemerintahan daerah, sejak awal kami telah berusaha seoptimal mungkin melakukan interpretasi atas beragam aspirasi kebutuhan masyarakat, yang telah diterjemahkan dalam dokumen perencanaan daerah, baik untuk kurun 5 (lima) tahunan maupun rencana kerja tahunannya. Dengan demikian, pemaknaan kinerja pemerintahan daerah yang telah dilaksanakan sepanjang Tahun 2006, tidak akan terlepas dari dokumen Pola Dasar Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat periode 2003-2007, Program Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat periode 2003-2007, Rencana Strategis Pemerintah Provinsi Jawa Barat periode 2003-2008, Arah Kebijakan Umum APBD Provinsi Jawa Barat Tahun 2006, serta Strategi dan Prioritas APBD Provinsi Jawa Barat Tahun 2006.

Fokus dari semua dokumen perencanaan tersebut, pada dasarnya adalah sebuah kerangka kerja bersama untuk mewujudkan Visi Jawa Barat, yakni, “Jawa Barat dengan Iman dan Taqwa sebagai Provinsi Termaju di Indonesia dan Mitra Terdepan Ibukota Negara Tahun 2010”.

Dalam upaya memperkokoh pencapaian Visi Jawa Barat dimaksud, pemerintah daerah terus mengupayakan beragam alternatif kebijakan operasionalnya, yang disusun dalam kerangka rencana pembangunan pembangunan lima tahunan, yakni “Akselerasi Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Guna Mendukung Pencapaian Visi Jawa Barat 2010”. Dengan memadukan lima misi berupa : Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Sumber Daya Manusia Jawa Barat; Pengembangan Struktur Perekonomian Regional Yang Tangguh; Pemantapan Kinerja Pemerintah Daerah; Peningkatan Implementasi Pembangunan Berkelanjutan; dan Peningkatan Kualitas Kehidupan Sosial Berlandaskan Agama dan Budaya Daerah serta pendayagunaan yang optimal terhadap core business pembangunan Jawa Barat, kami terus mencari terobosan dalam meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat Jawa Barat.

Rapat Paripurna DPRD serta hadirin yang saya hormati,

Selanjutnya perkenankan saya menyampaikan gambaran kinerja manajemen pemerintahan daerah, yang sejak proses perencanaan telah mengacu kepada masukan dan rekomendasi dari setiap reses DPRD Tahun 2005.

Dalam kesempatan ini, perkenankan saya untuk menginformasikan gambaran secara umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2006 disertai gambaran implementasi berbagai kesepakatan kinerja yang ditopang anggaran Pemerintah Daerah sepanjang Tahun 2006. Walaupun informasi realisasi APBD masih bersifat tentatif karena perlu dilakukan audit komprehensif oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang hingga saat ini masih berlangsung. Insya Allah, penyampaian Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan (LPP) APBD Tahun 2006, akan disampaikan secara tersendiri, setelah audit BPK tuntas, sebagaimana diatur dalam ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Oleh karenanya, penyampaian LKPJ Tahun 2006, merupakan rangkaian awal dari pelaporan kinerja pengelolaan APBD Tahun 2006, yang Insya Allah akan ditindaklanjuti dengan penyampaian Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun 2006.

Untuk itu, mengawali penyampaian informasi kinerja pemerintahan daerah, pertama-tama akan saya awali dari gambaran realisasi APBD Tahun Anggaran 2006, yakni sebagai berikut :

Pendapatan dianggarkan sebesar Rp. 4,56 triliun lebih dengan realisasi mencapai Rp. 5,045 triliun lebih atau 110,63 persen. Pendapatan ini terdiri dari Pendapatan Asli Daerah yang dianggarkan sebesar Rp. 3,446 triliun lebih dan dapat terealisikan sebesar Rp. 3,746 triliun lebih atau 108,72 persen, Dana Perimbangan yang dianggarkan sebesar Rp. 1,114 triliun lebih, dapat terealisasikan sebesar Rp. 1,298 triliun lebih atau 116,55 persen. Sedangkan untuk Pendapatan dari Lain lain pendapatan yang sah pada Tahun Anggaran 2006 tidak ditargetkan karena sesuai dengan ketiadaan potensi dari jenis penerimaan tersebut.

Pendapatan Asli Daerah tersebut diperoleh dari Pendapatan Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan serta Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah. Untuk Tahun Anggaran 2006 Pendapatan Pajak Daerah dianggarkan sebesar Rp. 3,208 triliun lebih dan dapat terealisasikan sebesar Rp. 3,449 triliun lebih atau 107,51 persen. Retribusi Daerah dianggarkan sebesar Rp. 26,285 milyar lebih dan terealisasikan sebesar Rp. 29,858 milyar lebih atau 113,59 persen. Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dianggarkan sebesar Rp. 110,842 milyar lebih dapat terealisasikan sebesar Rp. 112,012 milyar lebih atau 101,06 persen, sedangkan untuk Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah dianggarkan sebesar Rp. 101,307 milyar lebih dan dapat terealisasikan sebesar Rp. 155,869 milyar lebih atau 153,86 persen.

Selanjutnya pada Belanja Tahun Anggaran 2006, dianggarkan sebesar Rp. 5,118 triliun lebih, dengan realisasinya mencapai Rp.4,907 triliun lebih atau 95,88 persen. Belanja tersebut, terdiri dari Belanja Aparatur, Belanja Publik, Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan serta Belanja Tidak Tersangka. Belanja Aparatur dianggarkan sebesar Rp. 1,408 triliun lebih, dengan realisasinya sebesar Rp. 1,329 triliun lebih atau 94,36 persen. Belanja Publik dianggarkan sebesar Rp. 1,148 triliun lebih dan terealisasikan sebesar Rp. 1,101 triliun lebih atau 95,91 persen. Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan dianggarkan sebesar Rp. 2,476 triliun lebih dan terealisasikan sebesar Rp. 2,416 triliun lebih atau 97,57 persen. Sedangkan Belanja Tidak Tersangka dianggarkan sebesar Rp. 85,809 milyar lebih dan dapat terealisasikan sebesar Rp. 61,325 milyar lebih atau 71,47 persen.

Untuk Pembiayaan Tahun Anggaran 2006 dianggarkan sebesar Rp. 557,975 milyar lebih dengan realisasinya mencapai Rp. 137,897 milyar lebih atau 24,71 persen, yang terdiri dari Penerimaan Daerah yang dianggarkan sebesar Rp. 1,003 triliun lebih dan realisasinya sebesar Rp. 1,003 triliun lebih atau 100 persen serta Pengeluaran Daerah yang dianggarkan sebesar Rp. 445,208 miliar lebih dan realisasinya sebesar Rp. 1,141 triliun lebih atau 256,30 persen.

Selanjutnya untuk capaian kinerja pemerintahan, akan saya awali dari upaya mendorong pencapaian target IPM Jawa Barat.

Memperhatikan perkembangan IPM Jawa Barat sampai dengan Tahun 2006, capaian angkanya terus mengalami peningkatan. Pada periode Tahun 2003-2004, IPM Jawa Barat mengalami peningkatan sebesar 0,49 poin, periode Tahun 2004-2005 sebesar 0,99 poin dan pada periode Tahun 2005-2006, kembali mengalami kenaikan sebesar 0,70 poin, sehingga pada tahun 2006 ini berada pada angka 70,05.

Untuk kinerja bidang pendidikan selama kurun Tahun 2006 ditandai dengan meningkatnya indeks pendidikan sebesar 1,02 dari tahun sebelumnya sebesar 79,59 menjadi 80,61. Peningkatan indeks pendidikan tersebut dipengaruhi oleh adanya peningkatan angka rata-rata lama sekolah penduduk Jawa Barat sebesar 0,28 tahun, yakni dari 7,46 pada Tahun 2005 menjadi 7,74 pada Tahun 2006. Selain itu terjadi pula peningkatan pada angka melek huruf penduduk Jawa Barat, dari 94,52 pada Tahun 2005 menjadi 95,12 pada Tahun 2006.

Selanjutnya Indeks Kesehatan Jawa Barat, mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu dari sebesar 69,28 pada Tahun 2005 menjadi sebesar 70,13 pada Tahun 2006. Demikian juga dengan Angka Harapan Hidup (AHH), menunjukkan bahwa rata-rata usia penduduk Jawa Barat pada Tahun 2006 adalah 67,8 tahun atau meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai 66,57 tahun.

Untuk Indeks Daya Beli masyarakat Jawa Barat, pada Tahun 2006 mengalami peningkatan sebesar 59,42 poin dengan tingkat kemampuan daya beli sebesar Rp 557.110,00 atau meningkat dibandingkan dengan Tahun 2005 yang berada pada tingkat daya beli sebesar Rp 556.100,00.

Relatif lambatnya peningkatan kemampuan daya beli masyarakat Jawa Barat, disebabkan oleh belum berkembangnya sektor riil secara optimal. Walaupun perekonomian regional tumbuh dengan cukup menggembirakan, namun pertumbuhan ekonomi lebih ditopang oleh konsumsi masyarakat. Selain itu struktur perekonomian cenderung bergerak ke arah perekonomian yang padat modal, bukan perekonomian padat karya.

Rapat Paripurna DPRD serta hadirin yang saya hormati,

Mengawali laporan kinerja Pemerintah Daerah dalam Tahun 2006, perkenankan saya menyampaikan tolok ukur kinerja pembangunan di Jawa Barat, yang dijabarkan pada lima misi akselerasi dan telah dirinci ke dalam langkah operasional tahunan daerah, yang secara umum diarahkan untuk mampu mencapai tujuan dan fokus yang telah disepakati selama kurun waktu 2003-2008.

Diawali dengan pelaksanaan misi pertama yaitu upaya meningkatkan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia Jawa Barat, dalam rangka mewujudkan manusia unggul di Jawa Barat. Untuk mencapai tujuan itu, strategi kebijakan yang telah dijalankan, adalah meningkatkan kualitas dan pemerataan pelayanan pendidikan dan kesehatan serta pengendalian jumlah penduduk.

Untuk bidang pendidikan, capaian kinerjanya diawali dari Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP/MTs Jawa Barat, sebagai salah satu varibel untuk menentukan komponen rata-rata lama sekolah, dimana pada tahun 2006 telah mencapai 77,34 persen,atau mengalami peningkatan sebesar 0,15 % apabila dibandingkan dengan tahun 2005 sebelumnya yang baru mencapai 77,19 persen. Sedangkan Angka Partisipasi Murni pada Tahun 2006 telah mencapai 75,15 persen, atau mengalami kenaikan sebesar 10,96 persen dari Tahun 2005.

Selanjutnya dalam rangka meningkatkan APK ini telah dilakukan upaya akselerasi penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun, dengan memberikan bantuan beasiswa kepada 150.000 siswa dari keluarga tidak mampu untuk tetap melanjutkan sekolahnya atau belajar di SMP/MTs dan Paket B pada jalur Pendidikan Luar Sekolah, dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 75 milyar.

Selain itu, dalam rangka memotivasi kabupaten dan kota untuk menuntaskan Program Wajar Dikdas 9 Tahun, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menganugerahkan Wajar Dikdas Award kepada 4 (empat) Bupati dan Walikota yang telah menunjukan komitmen dan kinerja optimal dalam kegiatan tersebut, yaitu Walikota Bandung, Bupati Indramayu, Bupati Sumedang, dan Bupati Karawang dengan kriteria tertentu sesuai dengan cluster daerahnya.

Keberhasilan meningkatkan APM tersebut, tidak bisa dilepaskan dari perhatian pemerintah daerah untuk terus meningkatkan kesejahteraan tenaga pendidik. Oleh karenanya pada Tahun 2006 telah dialokasikan anggaran sebesar Rp 17,9 milyar yang diberikan kepada 2.721 Guru PNS dan kepada 1.600 Guru Bantu Sementara SD/MI di daerah terpencil.

Upaya lainnya yang telah ditempuh, adalah peningkatan sarana dan prasarana pendidikan guna meningkatkan daya tampung pendidikan dasar, antara lain melalui kesepakatan role sharing pendanaan rehabilitasi ruang dan pembangunan ruang kelas baru SD/MI dan SMP/MTs antar tingkatan pemerintah. Sesuai kesepakatan yang telah ditetapkan, target sampai Tahun 2008 direncanakan dapat merehabilitasi 44.695 ruang kelas SD/MI dan 1.102 ruang kelas SMP/MTs. Untuk Tahun 2006 lalu, kami telah mengalokasikan dana sebesar Rp. 172,007 milyar dari APBD Provinsi Jawa Barat, dengan sasaran rehabilitasi SD/MI sebanyak 2.223 ruang kelas, dan SMP/MTs sebanyak 350 ruang kelas serta pembangunan ruang kelas baru SMP/MTs sebanyak 1.124 ruang kelas.

Di bidang kesehatan, secara faktual kondisi kesehatan lingkungan sangat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat di Jawa Barat. Sepanjang tahun 2006 terdapat beberapa kejadian dan kasus penyakit menular wabah flu burung, HIV-AIDS dan penyakit menular lainnya serta masalah gizi buruk pada bayi dan balita.

Sejak Tahun 2005 hingga akhir Tahun 2006, wabah flu burung tercatat sebanyak 25 kasus dan meninggal 21 orang yang tersebar di 11 Kabupaten dan Kota. Untuk menanggulangi penyebaran wabah flu burung tersebut, telah dilakukan peningkatan pengawasan lalu lintas ternak melalui pemeriksaan kesehatan hewan / unggas di perbatasan Provinsi yaitu di check point Banjar dan Losari, melakukan vaksinasi massal pada ayam milik masyarakat dengan menyediakan 47,036 juta dosis disertai sarana penyimpanan vaksin, meningkatkan pengamatan penyakit, baik langsung di lapangan maupun secara laboratorium melalui pengujian rapid test flu burung dan meningkatkan biosecurity melalui penyediaan desinfektan sprayer. Sedangkan dalam rangka meningkatkan pencegahan dini penularan terhadap penduduk, telah dilakukan peningkatan penyuluhan pada masyarakat dan menyiapkan rumah sakit rujukan yang meliputi Rumah Sakit Hasan Sadikin, Rumah Sakit Rotinsulu, Rumah Sakit Slamet Garut dan Rumah Sakit Sunan Gunung Jati Cirebon dalam penanganan kasus penduduk yang terkena wabah.

Untuk penanganan kasus HIV/AIDS di Jawa Barat, upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan yang telah dilakukan, yaitu melalui fasilitasi pelaksanaan perilaku hidup bersih sehat (PHBS), upaya deteksi dini, khususnya untuk kejadian-kejadian penyakit menular, dan perbaikan lingkungan. Selain itu, upaya pengurangan dampak buruk HIV/AIDS yang disebabkan penyalahgunaan narkoba suntik, dilakukan dengan menyiagakan Rumah Sakit Rujukan dan Unit Pelayanan Kesehatan seperti Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), RS Ujung Berung, RS Bungsu dan RS Balai Sartika. Kemudian juga menerapkan standar pengamanan untuk donor darah di PMI, memutus mata rantai penularan dari ibu ke anak melalui Prevention Mother to Child Transmission (PMTCT), melaksanakan penyelidikan epidemiologi pada penderita suspect, pengambilan spesimen penderita dan kontak untuk diperiksa, meningkatkan pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di bawah koordinasi Komisi Penanggulangan HIV/AIDS (KPA).

Menyangkut masalah gizi buruk pada balita, tercatat sebanyak 24.729 kasus pada tahun 2006. Kehadirannya bukan semata persoalan kesehatan, melainkan terkena imbas lainnya sebagai akumulasi dari rendahnya daya beli yang dialami oleh keluarga miskin. Walaupun untuk kasus gizi buruk yang menimpa keluarga mampu, lebih didorong oleh minimnya pengetahuan tentang pengelolaan gizi keluarga.

Untuk menangulangi kasus gizi buruk tersebut, antara lain telah ditempuh pemberdayaan keluarga dan masyarakat melalui revitalisasi pelayanan Pos Pelayanan Terpadu (Pos Yandu), koordinasi dan sinergitas antar lembaga Pemerintah, Swasta dan LSM, pemantapan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG), peningkatan advokasi dan mobilisasi sosial melalui kegiatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) serta peningkatan mutu dan cakupan pelayanan gizi, serta Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT).

Indikator kinerja kesehatan lainnya yang perlu diketengahkan, berkenaan dengan Angka Kematian Bayi (AKB). Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat, AKB Jawa Barat menunjukkan penurunan yang cukup berarti, yakni pada tahun 2003 mencapai 42,50, tahun 2004 mencapai 41,72 dan tahun 2005 menjadi 40,87 .

Penurunan AKB tersebut, tidak terlepas dari peningkatan dalam pendayagunaan peran para stakeholders seperti Tim Penggerak PKK dari tingkat Provinsi sampai dengan Pedesaan, Ikatan Dokter Indonesia, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia, Persatuan Perawat Nasional, dan lain-lain dalam upaya promotif maupun pencegahan penyakit yang diderita para balita dan ibu kandungnya .

Berkaitan dengan pengendalian jumlah penduduk, saat ini Jawa Barat mempunyai jumlah penduduk yang sangat besar dibandingkan dengan provinsi lain, yang perlu ditangani secara baik agar tidak menimbulkan permasalahan sosial, ekonomi dan masalah lainnya. Untuk mengantisipasi hal tersebut, telah dilakukan berbagai program antara lain melalui Keluarga Berencana (KB) dan transmigrasi.

Pada kesempatan ini, dapat saya informasikan bahwa pencapaian peserta KB aktif sepanjang tahun 2006 telah mencapai 5.605.846 akseptor, dengan klasifikasi metode kontarsepsi menggunakan Non Hormonal dan Hormonal. Akseptor pengguna metode kontrasepsi Non Hormonal mencapai 887.893 orang atau 15,84 persen, yang terdiri dari IUD 672.492 atau sebesar `12 %, MOP sebanyak 69.703 atau sebesar 1,24 %, MOW sebanyak 122.498 atau sebesar 2,19 %, Kondom sebanyak 23.200 atau sebesar 0,41 % dari total KB Aktif. Kemudian yang menggunakan metode kontrasepsi Hormonal mencapai 4.717.953 akseptor atau 84,16 % dari total peserta KB Aktif, yang terdiri dari Implant sebanyak 217.639 atau 3,88 %, suntikan sebanyak 2.894.950 atau 51,64 %, dan sisanya pengguna kontrasepsi Pil sebanyak 1.605.364 atau 28,64 %.

Selanjutnya untuk program transmigrasi, upaya yang telah dilakukan antara lain telah memberangkatkan 600 kepala keluarga dari 21 kabupaten dan kota ke daerah transmigrasi, yang sebelumnya telah dilakukan penjajagan terlebih dahulu ke calon lokasi transmigrasi di delapan provinsi, guna memantau kesiapan dan kelayakan teknis di lokasi transmigrasi. Kedelapan lokasi transmigrasi tersebut meliputi Provinsi Sumatra Barat, Sumatra Selatan, Bengkulu, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.

Demikian, gambaran kinerja yang telah dicapai pemerintah daerah untuk misi pertama. Selanjutnya perkenankan saya menggambarkan kinerja pada misi kedua.

Rapat Paripurna DPRD serta hadirin yang saya hormati,

Pelaksanaan misi kedua yaitu upaya mengembangkan struktur perekonomian daerah yang tangguh, bertujuan untuk meningkatkan daya saing perekonomian daerah dan memperluas kesempatan kerja sehingga berimplikasi pula pada pengurangan jumlah penduduk miskin.

Sesuai dengan potensi yang tersedia, fokus yang diambil adalah penguatan kinerja koperasi; usaha mikro, kecil dan menengah; peningkatan pertumbuhan investasi, dan pemantapan infrastruktur wilayah untuk mendukung 6 (enam) core business Jawa Barat.

Gambaran kinerja untuk misi kedua ini, diawali dari kondisi perkembangan perekonomian pada Tahun 2006, yang mulai menunjukkan perbaikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari indikator Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) yang tumbuh dari 5,31 persen pada Tahun 2005 menjadi 6,02 persen pada Tahun 2006, atau melampaui target yang ditetapkan sebesar 5,50 persen dan berada di atas LPE rata-rata nasional sebesar 5,48 persen.

Untuk struktur perekonomian Tahun 2006, masih didominasi oleh sektor industri manufaktur, yaitu sebesar 40,9 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 21,2 persen, dan sektor pertanian sebesar 12,9 persen. Dari sisi penggunaannya, konsumsi masyarakat masih menjadi kontributor terbesar, yaitu sebesar 63 persen dan Pembentukan Modal Tetap Bruto sebesar 16,9 persen dari total PDRB.

Selanjutnya perkembangan investasi di daerah, dapat disampaikan bahwa realisasi di Jawa Barat tahun 2006 mencapai Rp 75,64 trilyun atau mengalami peningkatan dibandingkan dengan tiga tahun sebelumnya, yaitu Tahun 2005 sebesar 61,40 trilyun, Tahun 2004 sebesar Rp. 40,52 trilyun dan Tahun 2003 sebesar Rp. 36,51 trilyun. Peningkatan ini beriringan dengan LPE regional yang terus tumbuh positif selama 3 tahun yang sama. Kondisi ini memberikan sinyalemen bahwa iklim investasi di Jawa Barat, cukup memberikan gairah para pemodal untuk menanamkan investasinya di Jawa Barat.

Adanya perbaikan kondisi makro ekonomi tersebut, tidaklah membuat kami berpuas diri, mengingat distribusi dampak ekonominya terhadap peningkatan pendapatan kepada kelompok penduduk hingga di lapisan bawah belum berdampak positif. Apalagi dalam beberapa tahun terakhir, efek kebijakan ekonomi di tingkat nasional, turut menekan kemampuan daya beli masyarakat daerah. Hal ini tampak dari jumlah penduduk miskin di Jawa Barat, yang masih mengalami tekanan, sehingga mengalami peningkatan, dari 28,29 persen pada tahun 2005 menjadi 29,05 persen pada tahun 2006. Oleh karenanya, segenap jajaran pemerintah daerah terus mempertajam berbagai kebijakan yang langsung terfokus pada penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja.

Salah satu upaya yang terfokus pada kemiskinan ini, pemerintah daerah terus meningkatkan fasilitasi pembinaan dan penguatan peran KUKM. Dalam perkembangan saat ini, jumlah koperasi yang ada telah meningkat sebanyak 803 unit dari 19.759 unit pada Tahun 2005, menjadi 20.562 unit pada Tahun 2006, dengan jumlah anggota sebanyak 6,1 juta orang. Sementara itu jumlah Usaha Mikro Kecil Menengah pada tahun 2006 sebanyak 7,4 juta unit atau 99 persen dari jumlah unit usaha di Jawa Barat, dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 12,7 juta orang atau mengalami peningkatan dibandingkan Tahun 2005 sebanyak 12,3 Juta orang.

Untuk aspek permodalannya, penyaluran kredit perbankan kepada Usaha Mikro Kecil Menengah sepanjang Tahun 2006 mencapai Rp. 46,53 trilyun atau 80,55 persen dari total kredit Jawa Barat, yang mencapai Rp. 57,77 trilyun. Dilihat dari komposisi usahanya, proporsi penyaluran kredit untuk usaha mikro mencapai 51,4 persen, usaha kecil sebesar 23,9 persen, dan usaha menengah sebesar 24,6 persen.

Selanjutnya dapat saya informasikan mengenai kondisi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi Jawa Barat. Selama tahun 2006, perkembangannya menunjukkan kecenderungan yang positif. Beberapa BUMD telah memberikan konstribusi bagian laba yang meningkat, meskipun masih ada BUMD yang belum dapat menghasilkan bagian laba. Pada tahun 2006 bagian laba yang telah diberikan BUMD kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat, sebesar Rp. 112,012 milyar atau meningkat sebesar 26,99 persen dibandingkan tahun 2005.

Perkembangan kinerja perekonomian regional, selanjutnya akan digambarkan pada aspek lainnya, yakni pembangunan infrastruktur wilayah, baik transportasi, sumber daya air, maupun infrastruktur lainnya.

Dari aspek transportasi, terkait dengan rencana pembangunan jalan tol Cisumdawu dan Soreang-Pasirkoja, dapat saya sampaikan bahwa sesuai Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol, sebagian kewenangan pemerintah dalam penyelenggaraan jalan tol, dilaksanakan oleh Badan Pengatur Jalan Tol yang ditetapkan dan diangkat oleh Menteri Pekerjaan Umum. Pemerintah Daerah tidak memiliki kewenangan langsung dalam penyelenggaraan jalan tol selain memberikan fasilitasi terhadap pelayanan administrasi pemerintahan umum maupun pembangunan.

Perkembangan terakhir rencana pembangunan kedua ruas jalan tol tersebut, telah dilaksanakan 2 (dua) kali pelelangan untuk mendapatkan calon investor. Namun demikian, pelelangan yang telah dilakukan tidak menghasilkan peserta yang lulus prakualifikasi seperti yang dipersyaratkan. Untuk itu diperlukan upaya-upaya lain yang dapat menjadi daya tarik keterlibatan pihak swasta sebagai investor, antara lain melalui review perencanaan teknis pembangunan jalan tol, dengan membagi ruas tol yang bersangkutan menjadi beberapa bagian untuk dapat dibangun secara bertahap serta memberikan jaminan pelaksanaan, financial maupun perhitungan bussines plan-nya.

Infrastruktur transportasi lainnya yang sudah direncanakan adalah pembangunan Fly Over Kopo, Buah Batu, Nagreg serta Jalan Lingkar/Alternatif Nagreg. Pembangunan Fly Over Kopo dan Buah Batu diharapkan dapat memberikan kontribusi solusi terhadap permasalahan kemacetan lalulintas perkotaan yang cenderung menyebabkan biaya transportasi yang tinggi di Jawa Barat.

Kedua fly over ini terletak pada perpotongan dengan ruas jalan Soekarno-Hatta Kota Bandung yang merupakan ruas jalan arteri primer dengan beban volume lalulintas yang cukup tinggi. Untuk merealisasi rencana tersebut, pemerintah daerah telah melakukan Studi Kelayakan serta Kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dengan tahapan pekerjaan selanjutnya adalah pekerjaan perencanaan teknis detail serta pelaksanaan fisik. Untuk pekerjaan perencanaan teknis detail kedua Fly Over dimaksud telah dilaksanakan pada tahun 2006 yang dibiayai APBN.

Kemudian untuk pembangunan Fly Over dan Jalan Lingkar/Alternatif Nagreg, sebagai salah satu solusi terhadap kemacetan lalulintas akibat kondisi dan geometik jalan yang cukup berat, pelaksanaan pembebasan tanahnya, sebagian besar telah selesai dilaksanakan. Khusus untuk pembangunan jalan lingkar alternatif Nagreg, proses pengadaan jasa kontruksi telah selesai dilaksanakan dan saat ini sedang persiapan pelaksanaan fisik, sedangkan untuk fly over Nagreg yang dibiayai dana APBN dan Bantuan Luar Negeri direncanakan pada tahun 2007, mulai dilaksanakan proses pengadaan Jasa Konstruksi.

Sementara itu, berkaitan dengan rencana pembangunan bandara internasional, pada tahun 2006 telah dilakukan penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, selain telah disusun rencana induk bandara, dokumen kawasan keselamatan penerbangan dan dokumen kawasan batas kebisingan. Sementara itu, penyusunan kajian Rencana Teknis Terinci Fasilitasi Sisi Udara dan Darat, penyusunannya mengalami penundaan mengingat ketetapan Peraturan Menteri Perhubungan terhadap Studi Master Plan Bandara Udara Kertajati yang telah disusun pada Tahun 2005 baru disahkan pada tanggal 19 Februari 2007 melalui Permenhub Nomor 5 Tahun 2007. Selain itu, dasar hukum pendirian Tim Pengendalian Pembangunan Bandara Internasional, Badan Kerjasama Pembangunan dan Pengelolaan Bandara Internasional serta Penetapan Personalia Badan Kerjasama memerlukan revisi, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dengan adanya beberapa perubahan regulasi tersebut, kelanjutan kegiatan dari rangkaian perencanaan mengenai pengembangan bandara tersebut, telah mendapat kejelasan untuk dapat dilaksanakan kembali dan diharapkan selesai pada tahun 2007.

Rapat Paripurna DPRD serta hadirin yang saya hormati.

Kinerja pembangunan perekonomian daerah yang perlu saya informasikan selanjutnya berkenaan dengan upaya peningkatan pelayanan jasa transportasi dan lalu lintas angkutan darat. Pada Tahun 2006, pemerintah daerah telah melakukan kegiatan yang bersifat operasional, pengadaan fasilitas lalu lintas dan pengadaan peralatan jaringan komunikasi maupun rekayasa manajemen lalu lintas seperti pengendalian dan pengamanan operasional kegiatan Jambore Nasional (Jamnas), Angkutan Lebaran, Natal dan Tahun Baru, Evaluasi untuk penataan dan penetapan jaringan trayek, pengawasan lalu lintas dan muatan lebih angkutan barang terminal dan jembatan timbang serta pengadaan fasilitas lalu lintas dan angkutan jalan.

Pada aspek infrastruktur sumber daya air, sebagaimana kita ketahui bahwa pembangunan Waduk Jatigede sangat bernilai strategis bagi pembangunan regional Jawa Barat maupun kepentingan nasional. Dari berbagai upaya yang telah dilakukan Pemerintah, pada tahun 2005 pendanaan bagi pembangunan waduk ini telah disetujui melalui pinjaman dari luar negeri, dengan pembangunan fisiknya seharusnya telah dimulai Tahun 2006. Namun demikian, pembangunan fisik Waduk Jatigede hingga saat ini, belum dapat dimulai sehubungan belum ditandatanganinya kontrak pembangunan Waduk Jatigede antara pemberi pinjaman dan Pemerintah Indonesia. Kita harapkan penandatanganan kontrak pembangunan fisik tersebut akan dapat terlaksana pada tahun 2007 ini, sehingga pembangunan fisik waduk dapat segera dimulai, yang diharapkan selesai pada tahun 2012.

Sebagai upaya penunjang percepatan pembangunan waduk tersebut, telah ditetapkan Satuan Tugas Percepatan Pembangunan Waduk Jatigede yang berfungsi antara lain sebagai fasilitasi aspek sosial dalam pembangunan waduk tersebut, diantaranya dalam proses pembebasan tanah, pemindahan penduduk serta relokasi situs dan cagar budaya.

Perlu disampaikan pula bahwa proses pembebasan lahan sampai dengan tahun 2006 masih tersisa sekitar 1.756 Ha, yang terdiri dari lahan kawasan hutan negara (areal kerja Perum Perhutani) seluas 1.200 Ha dan lahan masyarakat sekitar 556 Ha, yang diharapkan telah selesai pada Tahun 2008 mendatang.

Berkaitan dengan pembangunan ketenagalistrikan, dapat saya sampaikan bahwa cakupan infrastruktur listrik perdesaan di Jawa Barat telah menunjukkan data yang menggembirakan dengan telah tercapainya tingkat elektrifikasi di perdesaan mencapai 99,59 persen. Dengan demikian hanya 24 desa tersebar di Kabupaten Bogor, Cianjur, Garut dan Ciamis yang belum tercakup infrastruktur listrik sampai ke desa. Namun, dilihat dari kemampuan akses masyarakat terhadap listrik masih terdapat kekurangan yang besar, dengan angka rasio elektrifikasi rumah tangga baru mencapai 57,73 persen.

Adapun konsumsi listrik masyarakat Jawa Barat mencapai rata-rata sebesar 594,36 kWh perkapita, atau berada di atas rata-rata nasional yang hanya mencapai 428 kWh perkapita. Namun demikian masih terdapat disparitas yang sangat besar antar wilayah di Jawa Barat, untuk Jawa Barat bagian selatan konsumsi listrik perkapitanya masih sangat jauh di bawah rata-rata Jawa Barat.

Demikian gambaran kinerja pada misi kedua yang dapat saya sampaikan, selanjutnya saya akan menyampaikan capaian kinerja pada misi selanjutnya.

Rapat Paripurna DPRD serta Hadirin yang Saya Hormati,

Pelaksanaan misi ketiga adalah dalam rangka pemantapan kinerja pemerintah daerah, yang bertujuan untuk menciptakan pemerintahan yang lebih amanah sehingga mampu menjadi fasilitator, motivator serta inovator dalam penyelenggaraan pemerintahan secara menyeluruh. Untuk mewujudkan tujuan tersebut telah dilakukan beberapa strategi kebijakan yang meliputi meningkatkan sinergitas, produktivitas dan akuntabilitas manajemen pemerintahan daerah, dengan fokus pada peningkatan kinerja pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan kota sampai dengan pemerintah desa dan kelurahan.

Kinerja yang ingin saya ketengahkan pada misi ketiga ini, diawali dengan kondisi sinergitas antar satuan kerja dan antar tingkat pemerintahan. Dalam pelaksanannya telah dilakukan mulai dari proses perencanaan melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), proses penyusunan anggaran hingga pengendalian dalam penyelenggaraan kegiatan yang telah ditetapkan dalam APBD. Keseluruhannya makin diarahkan pada keterpaduan peran dan kebutuhan antar level pemerintahan.

Upaya membangun sinergitas antar level pemerintahan, dilakukan pula melalui penyelenggaraan forum koordinasi pelaksanaan otonomi daerah, yang dilaksanakan setiap 6 bulan sekali. Agenda utama forum tersebut berkaitan dengan penyampaian informasi kebijakan aktual maupun isu-isu strategis yang dihadapi pemerintah daerah, dalam mewujudkan kewajiban dan hak otonomi yang diberikan pemerintah kepada daerah.

Selain itu, sinergitas antar level pemerintahan yang terjalin baik telah cukup mendorong efektifnya fasilitasi pemerintah provinsi terhadap berbagai aspirasi pembentukan daerah otonom baru, yang menyertai pergeseran paradigma pemerintahan daerah yang cenderung lebih terdesentralisasi, semenjak perubahan regulasi pemerintahan daerah di Indonesia, pada tahun 1999 lalu.

Salah satu fasilitasi pembentukan daerah otonom baru yang telah dilakukan pemerintah daerah, yaitu pembentukan Kabupaten Bandung Barat. Fasilitasi yang kami lakukan antara lain mulai pengolahan aspirasi masyarakat, penelaahan atas hasil pengkajian Tim Akhli dari konsorsium perguruan tinggi hingga fasilitasi daerah induk. Alhamdulillah, usulan pembentukan Kabupaten Bandung Barat, akhirnya disetujui oleh DPR RI pada tanggal 8 Desember Tahun 2006. Pada awal Januari lalu, secara resmi pembentukan Kabupaten Bandung Barat disahkan melalui Undang-undang Nomor 12 Tahun 2007. Pada tahapan selanjutnya, kami akan terus melakukan fasilitasi untuk membantu proses pengusulan calon penjabat Bupati Bandung Barat kepada Bapak Presiden melalui Menteri Dalam Negeri, persiapan peresmian pembentukan Kabupaten Barat serta pelantikan pejabat Bupati oleh Menteri Dalam Negeri.

Sementara itu berkaitan dengan aspirasi pembentukan daerah lainnya, yang tengah berkembang di beberapa kabupaten dan kota, akan terus difasilitasi sesuai persyaratan pembentukan yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, sehingga tujuan pembentukan daerah otonom baru, akan senantiasa sejalan dengan kebijakan penataan daerah otonom di Indonesia, yang saat ini tengah dikaji grand strategy-nya oleh Departemen Dalam Negeri.

Sementara itu, peningkatan dalam pemantapan kinerja pemerintah daerah dapat digambarkan dari kinerja pelayanan publik, termasuk upaya fasilitasi pelayanan publik kepada pemerintah kabupaten dan kota. Dalam rangka perbaikan kinerja pelayanan publik di Jawa Barat, dalam tahun 2006 pemerintah daerah telah menetapkan Keputusan Gubernur tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) di Provinsi Jawa Barat.

Dari hasil fasilitasi yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat sepanjang Tahun 2006, telah diraih penghargaan dari Presiden RI kepada 4 (lima) kabupaten dan kota dalam pelayanan publik, berupa “Citra Bhakti Negara” yaitu Kabupaten Indramayu, Kota Bandung, Kota Sukabumi, Kabupaten Bogor, serta 5 (lima) Unit Pelayanan Publik mendapat penghargaan “Citra Pelayanan Prima”. Penghargaan tingkat nasional tersebut diberikan kepada Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat. Poli Gigi Kota Bandung, PDAM Kota Bogor, Dinas Perhubungan Kabupaten Bekasi, dan Puskesmas Kota Cimahi.

Penghargaan lainnya yang diterima Jawa Barat yaitu Juara I Penyelenggaraan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL/GERHAN) Tingkat Nasional dari Presiden Republik Indonesia, yang diserahkan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia di Mataram Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tanggal 28 Desember 2006, dalam acara peringatan Puncak Aksi Rehabilitasi Hutan dan Lahan Tingkat Nasional. Pada waktu yang bersamaan, dilakukan pula pemberian penghargaan kepada beberapa kabupaten di Jawa Barat, yaitu Kabupaten Kuningan, Garut, Cianjur dan Majalengka. Selanjutnya penghargaan dalam pembangunan perikanan berupa Penghargaan Adi Bakti Mina Bahari di bidang Pengawasan, Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan kepada kabupaten Cirebon serta Juara I Lomba Budidaya Ikan Hias untuk kabupaten Bogor dan Unit Perbenihan Ikan rakyat untuk Kabupaten Purwakarta.

Sementara itu, capaian kinerja lainnya yang dapat saya informasikan ialah pelaksanaan kerjasama daerah, baik dengan daerah lain, pihak swasta, kementerian dan lembaga pemerintah, maupun luar negeri. Pelaksananaan berbagai kerjasama daerah tersebut, terus mengalami peningkatan, sejalan dengan kebutuhan daerah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kerjasama antar provinsi yang berbatasan dalam bidang perencanaan, antara lain dengan Provinsi Banten, dan DKI Jakarta difasilitasi oleh BKSP Jabodetabek, dan dengan Jawa Tengah. Sedangkan dengan Provinsi se-Jawa Bali dilakukan dalam forum Musrenbang Regional Jawa-Bali. Pada tingkat yang lebih operasional dilakukan melalui Mitra Praja Utama yang beranggotakan 10 (sepuluh) Provinsi di Jawa Bali, Lampung, NTB, dan NTT. Jawa Barat aktif pula dalam forum Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI).

Guna meningkatkan kesejahteraan rakyat dan penyediaan pelayanan publik tersebut, pemerintah daerah terus mengembangkan kerjasama dengan pemerintah daerah lainnya atau bekerjasama dengan pihak ketiga yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sebagai implementasi amanat undang-undang tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menyelenggarakan kerjasama antar pemerintah, dengan pemerintah provinsi lainnya, baik di dalam maupun di luar negeri (Sister Province), kerjasama dengan Pemerintah melalui Kementerian, Departemen, atau Lembaga Pemerintah Non Departemen, serta Pemerintah Kabupaten dan Kota di Jawa Barat dalam rangka menunjang peningkatan kesejahteraan masyarakat di berbagai bidang.

Dalam pelaksanaannya, proses kerjasama daerah ini telah dilakukan dengan pihak ketiga yang terdiri dari Perguruan Tinggi, Swasta baik dalam maupun luar negeri, Lembaga Non Pemerintah dalam bidang pemberdayaan sumber daya alam dan sumber daya manusia, infrastruktur, pendidikan, kebudayaan dan pariwisata, kesehatan, perekonomian dan perindustrian, pertambangan dan lingkungan hidup.

Untuk penyelenggaraan kerjasama dalam bidang infrastruktur, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur. Sejak diterbitkannya Perpres tersebut, kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan Pihak Swasta baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang telah dituangkan dalam Kesepakatan Bersama, untuk teknis pelaksanaannya perlu dikaji lebih lanjut.

Selain itu kerjasama dengan pihak luar negeri telah dijalin kerjasama dalam rangka Pembaharuan Tata Kelola Pemerintahan Daerah (P2TPD), yaitu dengan World Bank, serta dukungan terhadap penyelenggaraan pemerintahan di daerah melalui Local Government Support Program (LGSP) dengan USAID yang menitikberatkan kepada fasilitasi kabupaten dan kota penerima bantuan.

Sementara itu upaya memantapkan kinerja pemerintah daerah tidak terlepas dari efektivitas pendayagunaan sumberdaya aparatur yang tersedia di lingkungan pemerintah daerah. Untuk itu berbagai upaya pengembangan kompetensi kedinasan, penyempurnaan insentif pegawai, penegasan disiplin hingga fasilitasi kesiapan psikis dan keterampilan bagi para pegawai yang akan memasuki masa purna bhakti, merupakan fokus pendayagunaan kinerja yang diperbaiki metode maupun daya capaiannya. Melalui upaya tersebut, diharapkan pergeseran paradigma pemerintahan yang menyertai pembaharuan regulasi pemerintahan di berbagai aspek, akan diikuti dengan pergeseran kerangka pikir (mindset) yang makin akuntabel dan relevan dengan kebutuhan masyarakat, sebagai customer utama manajemen pemerintahan.

Berkaitan dengan pengawasan kinerja pemerintahan daerah, dalam pelaksanaannya semakin diarahkan pada perbaikan citra dalam penyelenggaraan pemerintahan yang kian bersih dan terhindar dari mal-praktek penyelenggaraan pemerintahan. Upaya kearah tersebut, kami lakukan melalui berbagai kegiatan, antara lain audit komprehensif, audit penanganan kasus pengaduan masyarakat dan pemutakhiran data hasil audit dari unit yang lebih tinggi.

Kinerja pengawasan yang dapat saya informasikan antara lain, dari 83 (delapan puluh tiga) auditan yang telah ditetapkan pada Program Kerja Pengawasan Tahunan 2006, telah dilaksanakan audit terhadap 74 (tujuh puluh empat) auditan atau mencapai 89,16 persen. Pada audit penanganan kasus pengaduan masyarakat, telah ditangani seluruhnya atau 100 persen.

Selanjutnya pada penegakan hukum dan hak asasi manusia di daerah, sesuai dengan kewenangan atau urusan provinsi dalam penegakan hukum, telah dilakukan penetapan berbagai peraturan daerah sebagai instrumen penegakan hukum pada masing-masing urusan yang telah diberikan kepada daerah.

Pada tahun 2006 telah berhasil ditetapkan 12 (dua belas) peraturan daerah dan evaluasi terhadap 12 (dua belas) produk hukum daerah. Di samping itu telah dilakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan, peningkatan kemampuan Tim Rencana Aksi Nasional HAM, fasilitasi terhadap fungsí legislasi DPRD, dan penegakan Perda Provinsi Jawa Barat.

Selanjutnya, untuk mencapai visi dan misi Jawa Barat Tahun 2010, Pemerintah Provinsi Jawa Barat melakukan terobosan dengan meluncurkan Program Pendanaan Kompetisi (PPK) sebagai akselerasi dalam peningkatan IPM Jawa Barat. PPK-IPM difokuskan pada kompetisi kinerja kabupaten dan kota dalam menggalang sinergi dengan pemerintah provinsi, masyarakat, swasta, perguruan tinggi, atau lembaga pendidikan setempat. Peluncuran PPK-IPM merupakan bagian dari realisasi sembilan jenis program/kegiatan di Propinsi Jawa Barat, terutama butir pertama dan kedua, yang telah diterbitkan sebagai nota kesepakatan antara gubernur dengan bupati dan walikota.

Untuk capaian kinerja Tahun 2006, selain merupakan tahap implementasi PPK-IPM di 9 (sembilan) kabupaten dan kota, juga telah dilaksanakan seleksi Batch 2 kepada 16 (enam belas) kabupaten/kota. Hasil penyeleksian diperoleh 6 (enam) kabupaten dan kota yang berhak mendapat dana PPK-IPM Tahun 2007 dan Tahun 2008, yaitu Kluster I Kota Depok dan Kota Bekasi, Kluster II Kabupaten Sumedang, Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Sukabumi serta Kluster III yaitu Kabupaten Karawang.

Melalui pendekatan PPK-IPM inilah, pemerintah daerah terus melakukan fasilitasi peningkatan partisipasi masyarakat, baik dalam proses perencanaan, keterlibatan tenaga, bahkan pembiayaan yang menjadi prinsip dalam program tersebut. Untuk Tahun 2006 ini, tingkat partisipasi masyarakat dan swasta pada aktivitas PPK-IPM apabila diekuivalenkan dengan uang, mampu menggali potensi masyarakat sebesar Rp. 16,853 milyar lebih, yang tersebar di 9 (sembilan) kabupaten dan kota.

Selain mengembangkan program pendanaan kompetitif dalam mempercepat pencapaian agenda pembangunan Jawa Barat, upaya lainnya yang terkait dengan akselerasi pencapaian target IPM, dalam Tahun 2006, telah pula dilakukan fasilitasi peningkatan kinerja perangkat kabupaten dan kota yang berada di kecamatan. Bentuk fasilitasi yang dilakukan meliputi bantuan biaya operasional peningkatan kinerja untuk 598 kecamatan, dengan nilai bantuan masing-masing sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah), yang diarahkan untuk menunjang upaya koordinasi program dan kegiatan di bidang pendidikan, kesehatan dan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi pada daerah kerja kecamatan. Bentuk fasilitasi lainnya, ialah menyelenggarakan penilaian sinergitas kinerja kecamatan guna menunjang pencapaian target IPM Jawa Barat Tahun 2010 di daerah kerjanya. Fokus penilaian meliputi profil kinerja kesejahteraan di tingkat kecamatan, kapasitas kepemimpinan dalam penyelenggaraan kooridnasi program dan kegiatan yang terkait IPM serta kapasitas kebijakan pemberdayaan kecamatan yang di lakukan pemerintah kabupaten dan kota.

Selanjutnya, guna menunjang program percepatan taraf kesejahteraan masyarakat daerah, telah dilakukan program Raksa Desa, yang saat ini telah memasuki tahun keempat. Sepanjang Tahun 2006, melalui program tersebut, telah dibangun prasarana perdesaan sebanyak 2.721 jenis kegiatan dengan dana sebesar Rp. 40 milyar, yang mampu menyerap swadaya masyarakat senilai Rp. 24,585 milyar lebih serta pinjaman modal sebesar Rp. 60 milyar kepada 83.250 orang.

Kemudian dalam rangka menunjang penyelenggaraan pemerintahan daerah, saat ini telah dikembangkan teleconference berbasis teknologi informasi, yang bertujuan untuk memperkuat efektivitas jaringan komunikasi antar level pemerintahan di Jawa Barat, terutama komunikasi dan koordinasi antar pimpinan daerah di kabupaten dan kota dengan provinsi. Untuk mendukung kelancaran komunikasi tersebut didukung dengan alat-alat audio, wiring dan accessories, video system, audio system, control system, dan penunjang jaringan. Keseluruhan peralatan tersebut dapat dioperasikan untuk rapat secara visual atau teleconference. Demikian, kiranya kondisi kinerja pada misi ketiga yang dapat saya sampaikan, selanjutnya saya akan mengetengahkan kondisi kinerja pada misi keempat.

Rapat Paripurna DPRD serta Hadirin yang Saya Hormati,

Berkenaan dengan misi keempat, yaitu upaya peningkatan implementasi pembangunan berkelanjutan, dalam pelaksanaanya tidak terlepas dari kesinambungan ekosistem, baik pada aspek lingkungan, ekonomi dan aspek sosial budaya yang saling berinteraksi secara berimbang.

Untuk penggambaran keseimbangan pembangunan daerah yang berkesinambungan, saya akan mengawalinya dengan kondisi kependudukan Jawa Barat.

Sebagaimana anggota Dewan yang terhormat maklumi, jumlah penduduk Jawa Barat terbesar dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Pada Tahun 2006, mencapai lebih dari 40 juta jiwa, dengan kepadatan penduduk mencapai 1.178 orang per km persegi. Sementara itu Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Jawa Barat periode 2004-2006 mengalami fluktuasi. Hal ini terlihat dari LPP Tahun 2004-2005 sebesar 2,10 persen, yang mengalami penurunan menjadi sebesar 1,94 persen pada Tahun 2006. Namun apabila dibandingkan dengan LPP Nasional yaitu sebesar 1,4 persen, LPP Jawa Barat masih relatif tinggi.

Selanjutnya pelaksanaan pembangunan di daerah, diharapkan dapat mendukung kepentingan ekonomi dengan tidak mengesampingkan daya dukung lingkungannya. Kondisi daya dukung lingkungan di Jawa Barat, menunjukkan kecenderungan yang semakin menurun dan berdampak pada terjadinya kerusakan lingkungan dan bencana alam, seperti bencana tanah longsor, banjir dan kekeringan.

Dampak kerusakan lingkungan tersebut, sebagai akibat dari terjadinya ketidakseimbangan ekosistem, yang pada akhirnya telah memicu timbulnya kasus-kasus penyakit, seperti kusta, malaria, demam berdarah dengue, dan flu burung. Faktor utama yang menyebabkan munculnya persoalan lingkungan tersebut, sesungguhnya lebih berasal dari perilaku hidup yang tidak sehat dan tidak ramah lingkungan.

Secara kewilayahan, salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan, adalah akibat pengendalian pemanfaatan ruang yang kurang optimal, dan tidak konsisten dengan kebijakan tata ruang yang telah ditetapkan. Untuk itu target proporsi pemanfaatan ruang kawasan lindung sebesar 45 persen, sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat, perlu ditindaklanjuti dengan berbagai upaya, khususnya dalam penyelarasan kebijakan penataan ruang di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota.

Pada Tahun 2006, upaya tersebut telah dilakukan melalui kegiatan penyelarasan RTRW kabupaten dan kota dengan RTRW provinsi, bertujuan untuk mengintegrasikan struktur dan pola pemanfaatan ruang yang menjaga keberadaan kawasan lindung, dan mengoptimalkan fungsi ruang kawasan budidaya, baik melalui Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah Provinsi Jawa Barat, maupun fungsi evaluasi provinsi terhadap peraturan daerah kabupaten dan kota tentang rencana tata ruang. Penetapan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung Jawa Barat, diharapkan mampu menyelaraskan dan mendorong berbagai upaya perbaikan fungsi kawasan lindung.

Rapat Paripurna DPRD serta Hadirin yang Saya Hormati,

Sesuai dengan kewenangan provinsi dalam penataan ruang, pada Tahun 2006 telah dilakukan koordinasi yang sangat intensif dengan pemerintah kabupaten dan kota, pemerintah serta DPR dan DPRD dalam merumuskan rancangan Undang-undang Penataan Ruang, rancangan Peraturan Presiden tentang Penataan Ruang Jabodetabek-Punjur, rancangan Peraturan Daerah tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Bandung Utara serta penyusunan Kebijakan dan Strategi Pengembangan Jawa Barat Bagian Selatan. Diharapkan dengan adanya koordinasi tersebut, operasionalisasi dari Perda Nomor 2 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat dapat lebih diperkuat lagi.

Kemudian dalam Tahun 2006 inipun, pengembangan Infrastruktur Data Spasial Daerah (IDSD) Jawa Barat mendapatkan bantuan technical assistance dan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis dari pihak Integraph Amerika Serikat. Bantuan inipun, telah diterima oleh 8 Kabupaten/Kota, yang secara intensif bersama-sama Provinsi mengembangkan Sistem Informasi Geografisnya. Bantuan tersebut diberikan dalam rangka lebih mendorong upaya mewujudkan integrasi data dan informasi spasial antar sektor dan antar tingkat pemerintahan, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Keputusan Gubernur Nomor 33 Tahun 2005 tentang IDSD.

Berkaitan dengan perwujudan kawasan lindung di Jawa Barat, pemerintah daerah telah menempuh beberapa upaya seperti penataan batas pada kawasan hutan konservasi, yang dilakukan secara bertahap, guna menjamin kepastian hukum terhadap lokasi dan status kawasan. Selain itu, pada kawasan hutan konservasi, dilakukan pula upaya penandaan batas, khususnya pada kawasan lindung di luar kawasan hutan. Penandaan batas tersebut, berfungsi sebagai titik acuan operasional untuk lebih memfokuskan arahan lokasi berbagai kegiatan di dalam peningkatan fungsi kawasan lindung.

Batas kawasan lindung di luar kawasan hutan di Jawa Barat, mencapai panjang trayek 8.243 Km atau setara dengan 1.062 titik patok. Pada tahun 2005 telah dilaksanakan penandaan batas sebanyak 200 titik patok, sedangkan pada Tahun 2006 sebanyak 500 titik patok. Sisa penandaan batas yang belum dilaksanakan, telah diagendakan untuk dapat diselesaikan pada Tahun 2007 sehingga akan tercapai secara keseluruhan sebanyak 1.062 titik patok.

Berkaitan dengan penanganan kerusakan lingkungan dan pencemaran, Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya, terus berupaya melakukan berbagai langkah strategis untuk memulihkan kualitas lingkungan dan mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan. Salah satu upaya strategis yang dilakukan, yaitu pemulihan terhadap lahan kritis di Jawa Barat, yang pelaksanaannnya telah mencapai areal seluas 580.397 Ha. Dalam penanganan lahan kritis tersebut, dilaksanakan melalui kegiatan terpadu, baik melalui Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK), Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL/GERHAN), maupun kegiatan reboisasi (penanaman dalam kawasan hutan oleh Perum Perhutani).

Saya menyadari bahwa, penyelenggaraan GRLK yang telah dilakukan sejak Tahun 2004, masih belum optimal. Oleh karenanya, mulai Tahun 2005 dilakukan berbagai penyempurnaan dalam sistem dan regulasi. Pada aspek regulasi telah ditetapkan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2005 tentang Pengendalian dan Rehabilitasi Lahan Kritis, yang pada intinya memuat tentang pengaturan rehabilitasi lahan kritis mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, penegakan hukum, dan peranserta masyarakat, dengan fokus utama pada penanganan lahan kritis dalam kawasan lindung. Sebagai tindak lanjut dari Perda ini, pada Tahun 2006 ini telah disusun Rencana Induk Rehabilitasi Lahan Kritis, sebagai dokumen acuan operasional rehabilitasi lahan kritis di Jawa Barat.

Terkait dengan daya dukung lingkungan, kita patut bersyukur karena gerakan rehabilitasi lahan kritis yang dicanangkan sejak tahun 2003, telah memberikan dampak yang signifikan dan secara nyata mampu meningkatkan kepedulian masyarakat Jawa Barat, terutama Pemerintah Kabupaten/Kota, sehingga GRLK merupakan gerakan massal rakyat Jawa Barat. Keberhasilan ini juga mendapat apresiasi dari pemerintah dan secara Nasional Provinsi Jawa Barat mendapat penghargaan tertinggi dalam Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL).

Rapat Paripurna DPRD serta Hadirin yang Saya Hormati,

Pelaksanaan program pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan, pada Tahun 2006, telah difasilitasi berbagai program untuk meningkatkan kapasitas pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan, dengan lebih meningkatkan peran masyarakat dan dunia usaha untuk turut melestarikan fungsi lingkungan. Program kemitraan tersebut yang terus dilakukan adalah Produksi Bersih dan Environmental Pollution Control Management (EPCM) bagi industri, Ecoschool atau Sekolah Berbudaya Lingkungan, dan Pesantren Ramah Lingkungan, serta pendidikan lingkungan bagi aparat, masyarakat, dan guru. Program–program tersebut sudah mulai diarahkan tidak hanya kepada upaya penanganan secara fisik, namun mulai ditekankan pada upaya perubahan perilaku dan budaya yang lebih ramah lingkungan.

Permasalahan persampahan sekarang ini telah menimbulkan kekhawatiran masyarakat baik di perkotaan maupun di desa lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Kecenderungan ini menuntut penanganan secara komprehensif dan konseptual. Untuk itu Pemerintah Provinsi berupaya melakukan fasilitasi pengelolaan sampah jangka panjang, khususnya wilayah Metropolitan Bandung dan Bodebek. Secara khusus perlu saya sampaikan, bahwa dalam rangka mengatasi permasalahan sampah di Metropolitan Bandung, saat ini telah dibentuk Unit Pengelolaan Operasional dan menata kembali TPA Leuwigajah.

Sementara itu aspek mitigasi dan penanganan bencana alam pada tahun 2006, disadari masih dihadapkan kepada ketidaksiapan setiap lapisan dan jajaran, dalam menghadapi bencana alam. Meningkatnya frekuensi dan jenis bencana yang melanda Jawa Barat, seperti gempa, longsor, banjir, kekeringan, tsunami, merebaknya penyakit flu burung, dan DBD, masih selalu menimbulkan kepanikan dan ketidaksiapan, baik pada tahapan mitigasi, tahapan tanggap darurat,dan juga pada tahapan pasca bencana.

Untuk itu, beberapa upaya telah ditempuh dalam rangka mengantisipasi resiko yang ditimbulkannya. Salah satu upaya tersebut, selain menyediakan anggaran pada pos dana tak tersangka, juga telah dilaksanakan langkah-langkah guna meningkatkan kesiapan masyarakat didalam menghadapi bencana alam.

Faktor kesiapan masyarakat dan aparat dalam mengantisipasi serta menanggulangi bencana alam menjadi penting dan akan terus ditingkatkan, mengingat 60 persen kejadian bencana alam geologi berupa gerakan tanah longsor terjadi di Jawa Barat, pada Tahun 2006 terindikasi kejadian tanah longsor 98 kali, banjir awal tahun terjadi pada bulan Januari sampai Maret di 5 kabupaten dengan luas 106.404 Ha, gempa bumi 16 kali, kebakaran 262 kali, angin topan sebanyak 84 kali, yang menimbulkan korban meninggal sebanyak 600 jiwa, korban menderita akibat bencana sebanyak 23.664 Kepala Keluarga.

Berbagai upaya yang telah dilakukan dalam rangka meningkatkan kesiapan masyarakat dan aparat dalam mitigasi bencana antara lain, penetapan Perda Kawasan Lindung, Perda Pengendalian Pencemaran Udara, dan sosialisasi Perda Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perlindungan Lingkungan Geologi. Dalam hal ini Jawa Barat merupakan provinsi pertama yang memiliki kebijakan pada bidang geologi.

Selain upaya tersebut, pemerintah daerah telah merancang desain dan sosialisasi penanganan daerah rawan gerakan longsor di kabupaten rawan gerakan tanah, menyiapkan peta zonasi kerentanan gerakan tanah, penyebaran pamflet dan poster kebencanaan bagi masyarakat. Upaya yang telah dilakukan tersebut, merupakan langkah awal dalam mengembangkan mekanisme mitigasi dan penanganan bencana alam yang lebih baik di Jawa Barat ke depan.

Demikian gambaran kinerja yang dapat saya sampaikan untuk penyelenggaraan program dan kegiatan yang terkait dengan misi keempat.

Rapat Paripurna DPRD serta Hadirin yang Saya Hormati,

Selanjutnya, untuk menggambarkan kinerja pelaksanaan pada misi kelima, yaitu berkenaan dengan upaya peningkatan kualitas kehidupan sosial berlandaskan agama dan budaya daerah, diawali dari kondisi kualitas kehidupan beragama di Jawa Barat.

Sepanjang tahun 2006, kehidupan keagamaan telah berlangsung cukup kondusif. Hal ini dapat digambarkan dari semakin berkembang dan semaraknya suasana kehidupan beragama, seperti penyelenggaraan MTQ mulai tingkat desa, kecamatan, kabupaten, dan tingkat provinsi yang diselenggarakan di Kota Bekasi. Selain itu, cukup semaraknya peringatan dan perayaan hari-hari besar keagamaan yang berlangsung di tengah-tengah dinamika perkembangan dan kemajuan duniawi. Kondisi ini semakin mencerminkan mantapnya sikap saling menghargai dan toleransi antar pemeluk umat beragama di Jawa Barat.

Selain gambaran tentang kemantapan dalam kehidupan keagamaan yang saya utarakan, pemerintah daerah terus mengembangkan upaya fasilitasi bagi pertemuan antar pemimpin umat beragama tersebut dalam bentuk dialog, baik antara sesama pemeluk agama Islam maupun dengan pemeluk agama lainnya. Adapun hasil yang dicapai dari dialog tersebut antara lain, terbentuknya Forum Kerukunan Umat Beragama, yang merupakan wadah bagi tokoh agama untuk mempertahankan, mengembangkan dan meningkatkan suasana kerukunan umat beragama dan antar umat beragama.

Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pemerintah daerah terus mendorong peningkatan peran serta organisasi sosial/lembaga-lembaga sosial keagamaan di bidang ekonomi kerakyatan melalui pemberdayaan masyarakat. Untuk itu, sepanjang tahun 2006, telah dilakukan fasilitasi dan pelatihan pemberdayaan Dewan Keluarga Mesjid (DKM) kepada 200 DKM se Jawa Barat. Selain itu telah pula memberikan bantuan berupa stimulan masing-masing sebesar Rp. 3 juta kepada setiap pengurus DKM tersebut.

Rapat Paripurna DPRD serta hadirin yang saya hormati.

Untuk kinerja pembangunan kebudayaan daerah, upaya untuk terus mengantisipasi hal-hal yang negatif dari persentuhan antara bangsa yang menyertai semakin tingginya gejala globalisasi budaya transnasional, secara intensif terus difasilitasi pemerintah daerah Jawa Barat. Diantaranya telah dilakukan silaturahmi budaya antara kalangan budayawan, seniman, agamawan, pemimpin formal maupun pemimpin non formal dalam rangka mempertahankan dan mengidentifikasi kembali nilai-nilai tradisonal yang menjadi jatidiri dan ciri budaya daerah.

Selain itu untuk lebih memberikan apresiasi terhadap masyarakat yang menaruh perhatian penuh terhadap pengembangan kebudayaan daerah, Pemerintah daerah telah pula memberikan penghargaan kepada para budayawan dan seniman.

Selanjutnya, dalam rangka melestarikan peninggalan sejarah, kepurbakalaan, museum dan nilai-nilai tradisional, pemerintah daerah terus melakukan berbagai upaya pelestarian antara lain, ekskavasi terhadap fosil-fosil tinggalan arkeologi di wilayah Cirebon dan Sukabumi, penataan situs dan benda cagar budaya di wilayah Karawang, Cirebon, Sukabumi, Majalengka, Ciamis dan Bogor serta pengumpulan koleksi museum sebanyak 600 buah.

Sementara itu dalam rangka mengantisipasi menurunnya apresiasi masyarakat terhadap kesenian daerah, sebagai akibat pengaruh budaya asing, kiranya telah disikapi dengan berbagai langkah konkrit dalam melestarikan nilai-nilai budaya daerah.

Sepanjang Tahun 2006, upaya peningkatan apresiasi tersebut telah dilakukan melalui pemberdayaan sarjana seni di daerah, guna mendorong peningkatan apresiasi masyarakat terhadap seni serta revitalisasi dan rekonstruksi terhadap berbagai kesenian daerah yang hampir punah.

Selanjutnya, dalam upaya untuk meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa ibu, telah dilakukan berbagai upaya pelestarian bahasa, sastra dan aksara daerah berupa lomba, workshop, pidato, dan saresehan dengan menggunakan bahasa daerah. Di samping itu, telah tersusun “Kamus Populer Bahasa Sunda-Indonesia, Indonesia-Sunda”.

Pada akhirnya, sebagai wujud penghargaan tarhadap seniman dan budayawan yang telah memberikan apresiasi terhadap pengembangan kebudayaan daerah yang telah mengangkat nama baik Jawa Barat di tingkat regional, nasional maupun internasional, saya telah telah memberikan penghargaan kepada budayawan dan seniman Jawa Barat sebanyak 28 orang.

Rapat Paripurna DPRD serta hadirin yang saya hormati.

Aspek lainnya yang terkait dengan pemantapan tatanan kehidupan sosial, yakni pemeliharaan ketentraman dan ketertiban umum. Kondisi trantibum di Jawa Barat sepanjang 2006 cukup terkendali. Adanya beberapa unjuk rasa seperti dari organisasi buruh dalam menanggapi perubahan Undang-undang Perburuhan dan Upah Minimum Kabupaten/Kota di beberapa Daerah, telah berlangsung dalam batas-batas yang tidak mengganggu ketentraman dan ketertiban umum. Kondisi yang cukup kondusif tersebut, menunjukkan semakin membaiknya kesadaran masyarakat dalam mewujudkan ketentraman dan ketertiban umum yang disertai dengan makin terkoordinatifnya kinerja aparat trantibum di daerah , baik dari institusi Polisi Pamong Praja maupun aparat Kepolisian Negara.

Sementara itu, guna mematangkan kehidupan sosial daerah, tidak terlepas dari pelaksanaan kehidupan demokrasi di Jawa Barat. Salah satu rona demokratisasi yang semakin dewasa terlihat dari pelaksanaan pemilihan kepala daerah (PILKADA) di berbagai kabupaten/kota.

Pada tahun 2006 lalu, kita telah menyaksikan pelaksanaan Pilkada di Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Cianjur, berlangsung lancar sampai dengan pelaksanaan pelantikan Kepala Daerah terpilih. Terwujudnya stabilitas politik daerah yang relatif mantap ini, tidak lepas dari cukup sinergisnya aktivitas infrastruktur dan suprastruktur politik dalam penyelenggaraan proses suksesi kepemimpinan kepala daerah, melalui pilkada secara langsung. Walaupun kebutuhan untuk sosialisasi politik masih perlu didorong dean difasilitasi oleh pemerintah daerah, baik kepada anggota partai politik, organisasi kemasyarakatan maupun masyarakat umum.

Rapat Paripurna DPRD serta hadirin yang saya hormati.

Demikianlah pokok-pokok penyampaian kinerja pemerintahan daerah, sebagai gambaran progres pengelolaan seluruh misi pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat. Kiranya berbagai substansi kinerja yang termuat secara utuh dalam Laporan keterangan pertanggungjawaban Tahun 2006, akan menjadi referensi obyektif bagi seluruh anggota Dewan Yang Terhormat, dalam menilai efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, yang dilakukan sepanjang tahun anggaran 2006.

Kami menyadari bahwa masih terdapat berbagai kekurangan dalam penyampaian nota pertanggungjawaban ini. Kiranya hal tersebut, dapat menjadi bahan renungan tur pieunteungeun ka hareup dina raraga ngawangun Jawa Barat anu bagja, ma’mur titih tingtrim kerta raharja. Jawa Barat anu gemah ripah repeh rapih anu masarakatna deukeut, layeut, paheut sarta silihwangikeun. Urang sapuk sabilulungan dina kahadean sarta silih geuingkeun saupama mengpar tina aturan anu geus digariskeun dina Rencana Straregis Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Hayu urang sabilulungan pikeun gawe babarengan dina raraga ngawangun fokus pangwangunan daerah anu tigin dina ngahontal visi Jawa Barat 2010, yaitu Jawa Barat dengan Iman dan Taqwa sebagai Provinsi Termaju di Indonesia dan Mitra terdepan Ibukota Negara Tahun 2010.

Demikian penyampaian nota pengantar ini. Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya, kami sampaikan kepada Dewan yang terhormat yang telah bersabar untuk menyimak keseluruhan nota pengantar yang baru saja saya sampaikan dalam sidang paripurna terhormat ini.

Sekian dan terima kasih atas perhatiannya.

Billahi Taufik Wal Hidayah. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

GUBERNUR JAWA BARAT

DANNY SETIAWAN

Keputusan Gubernur no. 5 tahun 2007 tentang PPK-IPM

Pada tanggal 6 Maret 2007 telah ditetapkan Kepgub no 5 tahun 2007 tentang PPK-IPM.