KUNINGAN PALING SIAP MONEV II, BERIKUTNYA SIAPA MENYUSUL????

propinsi.jpg

 Proses pelaksanaan kegiatan PPK IPM memasuki tahap II Pada tahun 2007. Ini ditandai dengan keseriusan salah satu Kabupaten/Kota pemenang PPK IPM yakni Kabupaten Kuningan pemenang Batch II Kluster II 2007-2008 dengan mengajukan kesiapannya untuk dilaksanakan Monitoring dan Evaluasi (Monev) Reguler Tahap II. Pengajuan kesiapan Monev tahap II ini tentunya berimplikasi terhadap pencairan anggaran PPK IPM berikutnya. Keseriusan Kab. Kuningan ini tentunya patut mendapatkan acungan jempol, hal ini membuktikan mereka secara kesiapan melebihi dari Kabupaten/Kota lainnya bahkan dari Batch I yang telah lebih dulu melaksanakan program dan kegiatan setahun yang lalu.

Keseriusan Kab Kuningan ini tentunya disambut oleh Satlak PPK IPM Provinsi Jawa Barat dengan tim reviewer untuk melakukan Monev tahap II yang dimulai pada tanggal 26 Juli 2006. Dan untuk Monev kali ini polanya akan lain dengan Monev sebelumnya, tim Monev pun terdiri dari 3 unsur yakni Tim Reviewer, Tim Technichal Advisory (TA) {Reviewer Konsultan dan Tim Teknis Satlak, Tim Pengawas BPKP}, dan Liaison Officer (LO) dari Satlak PPK IPM Provinsi. Tim Monev ini juga akan melakukan tugas berbeda dengan Monev sebelumnya dimana waktu untuk melakukan monev tidak dibatasi bisa 1 hari atau bisa 1 minggu tergantung dari kebutuhan. So.. Monev kali ini akan bisa berbeda dan pembagian tugas pun lebih spesifik, ini menunjukan sebuah terobosan lagi dari program PPK IPM dan back to basic terhadap prinsif MAE.

Wajah Baru pelaksanaan Monev ini merupakan salah satu jawaban dari nada pesimistis berjalannya program di tahun 2007 yang notabene banyak sekali mengalami gangguan. Pelaksanaan Monev kali ini pun simultan dengan inti dari Pergub Baru No. 47 tahun 2007 yang merupakan perubahan Pergub No 5 tahun 2007 jo No. 14 tahun 2007 dimana pencairan tidak menggunakan mekanisme 30%-50%-20% tetapi siapa yang siap itu yang bisa dilaksanakan.tak heran jika Tajuk Monev kali ini pun bernama ” Monev dan Audit Program Verifikasi Pencairan Anggaran Tahap II 2007″

Pelaksanaan Monev kali ini sebuah tantangan besar bagi Kabupaten Kota untuk membuktikan apakah masih layak mengikuti program PPK IPM atau tidak karena mekanisme yang ditempuh pun tidak seperti mengikuti gerbong kereta yang selalu bersama-sama tetapi menggunakan metode kompetisi yang menuntut untuk tetap bisa bersaing, dengan rekomendasi yang jelas “dilanjutkan tanpa syarat, dilanjutkan dengan syarat, dihentikan parsial, dihentikan total”.

Namun semua kesiapan Satlak Kab. Kuningan harus bisa dijawab secara aplikatif di lapangan jangan sampai kesiapan tersebut hanya sebuah wacana dan diatas kertas. Tunjukan bahwa Kuningan yang lebih dulu siap melaksanakan program tahap berikutnya. “Semoga Berhasil”.

Dan………. siapa ya Kab/ Kota lain yang siap menyusul?????

*@qu3

In-House Training

Satlak PPK-IPM Kabupaten Kuningan akan menyelenggarakan In-House Training pada tanggal 24 s/d 25 Juli 2007 yang diperuntukkan bagi seluruh anggota Satlak PPK-IPM Kabupaten Kuningan. Acara ini merupakan salah satu kegiatan Capacity Building yang dikelola oleh Manajemen Satlak PPK-IPM Kabupaten Kuningan pada Tahun 2007. Materi yang disajikan diantaranya: Konsep Akselerasi Peningkatan IPM di Jawa Barat; Pengelolaan Administrasi Keuangan PPK-IPM; Implementasi PPK-IPM di Kabupaten Kuningan; Mekanisme Kerja Satlak, Tim Monev, dan Tenaga Ahli PPK-IPM Kabupaten Kuningan; Mekanisme Pelaporan dan Tata Tertib Pelaksanaan Kegiatan PPK-IPM <admin>

Verifikasi Laporan Bulanan Satlak dan Tim Monev Kota Bekasi

Satlak Provinsi sedang melakukan verifikasi terhadap laporan bulanan bulan Juni dari satlak PPK-IPM kab/kota. Hasil sementara untuk Kota Bekasi adalah sebagai berikut:

 1          BAB I PENDAHULUAN       

Sesuai dengan panduan penyusunan Laporan perkembangan bulanan yang  terlampir dalam Surat Edaran Sekda/Ketua Satlak PPK-IPM Provinsi.

 2          BAB II ORGANISASI KEGIATAN  

Sesuai dengan panduan penyusunan Laporan perkembangan bulanan yang  terlampir dalam Surat Edaran Sekda/Ketua Satlak PPK-IPM Provinsi.

 3          BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN        

Sesuai dengan panduan penyusunan Laporan perkembangan bulanan yang  terlampir dalam Surat Edaran Sekda/Ketua Satlak PPK-IPM Provinsi.

 4          BAB IV LAPORAN MONITORING DAN EVALUASI       

Sesuai dengan panduan penyusunan Laporan perkembangan bulanan yang  terlampir dalam Surat Edaran Sekda/Ketua Satlak PPK-IPM Provinsi.

Pembiayaan kegiatan dan penyerapan dana pada lampiran 2.12 sebesar 5% tidak sesuai dengan penyerapan dana pada kesimpulan yaitu sebesar Rp. 591.647.650,00 atau 3%.

 

Verifikator: Sri Bagjawati

WALIKOTA AJAK SKPD BERLOMBA TINGKATKAN KINERJA

http://www.depok.go.id/berita_detail.php?news_id=124 Walikota Depok, H. Nur Mahmudi Isma’il mengajak seluruh pimpinan SKPD, termasuk yang baru dilantik untuk berlomba meningkatkan standar pelayanan kepada masyarakat. Himbauan ini disampaikan Walikota saat memimpin apel pagi di halaman Balaikota Depok, Senin, 25 Juni 2007.

Menurut Kabag Infokom, Drs. H. Dani Kondani, sebagai tolak ukur tingkat pelayanan kepada masyarakat, Walikota meminta pimpinan SKPD membuat indikator standar pelayanan mulai dari harian hingga tahunan. “Melalui indikator tersebut, diharapkan dapat mengevaluasi kinerja masing-masing SKPD,” tuturnya.

Lebih lanjut dikatakan H. Dani Kondani, Walikota juga mengingatkan kepada pejabat yang menempati posisi dan tempat tugas baru untuk segera menyesuaikan diri serta melanjutkan program PPK-IPM yang saat ini sedang berjalan. (Nasrullah) 

PEMERATAAN PENDIDIKAN (TA)

http://tappkipmkng.wordpress.com/

Sejak dasawarsa 1970-an, masalah pemberian kesempatan pendidikan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi telah mendapat perhatian yang sangat intens dari pemerintah melalui upaya-upaya perluasan kesempatan bagi masyarakat untuk memperoleh pendidikan (Perspektif kelembagaan formal). Hal ini seiring dengan makin berkembangnya pemikiran bahwa pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam pembangunan bangsa.

 Dalam pemahaman teori Human Capital yang dipelopori oleh Theodore W. Schultz, manusia merupakan suatu bentuk kapital sebagaimana bentuk kapital-kapital lainnya yang sangat menentukan bagi pertumbuhan produktivitas suatu bangsa. Pendidikan merupakan salah satu bentuk investasi Sumber daya manusia, dengan pendidikan seseorang dapat memperluas pilihan-pilihan bagi kehidupannya baik dalam profesi, pekerjaan, maupun dalam kegiatan-kegiatan lainnya guna meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

 

Keadaan tersebut diperkuat dengan kenyataan bahwa negara-negara maju umumnya adalah negara-negara yang tingkat pendidikan masyarakatnya cukup memadai, sehingga makin mendorong negara-negara berkembang untuk mengikutinya melalui berbagai kebijakan peningkatan tingkat pendidikan masyarakat.

 Pendekatan teori human capital merupakan salah satu pendekatan (terutama dalam penelitian pendidikan) di samping dua pendekatan lain yaitu teori fungsionalisme dan teori empirisme. Teori fungsionalisme yang dipelopori oleh Burton Clark, menekankan pada preservation of human resources atau pemeliharaan sumber daya manusia, dimana dalam upaya tersebut perhatian pada perubahan teknologi sangat menonjol sehingga diperlukan pengembangan sistem pendidikan dan pemilihan program-program pendidikan disamping perlunya upaya perluasan pendidikan yang lebih merata dalam konteks interaksi antara lembaga pendidikan dengan lembaga-lembaga lainnya dalam masyarakat termasuk perkembangan teknologi yang terjadi dengan cepat.

 Sementara itu pendekatan teori empirisme menekankan pada perlunya diagnosis terhadap masalah pemerataan pendidikan dengan mengkombinasikan antara metodologi dan substansi (Methodological empiricism). Pendekatan dengan mengacu pada teori ini telah banyak melahirkan hasil-hasil penelitian yang penting. Menurut pemahaman teori ini terjadinya ketidakmerataan kesempatan pendidikan merupakan hasil dari perselisihan antara kelas-kelas sosial yang berbeda kepentingan, kelas-kelas sosial yang dianggap elit lebih suka mempertahankan status quo, sementara kelas-kelas populis terus berjuang guna mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan. Lebih jauh diungkap bahwa penelitian mengenai pemerataan pendidikan telah berkembang dalam dua arah yang berlainan (Ace Suryadi dan H.A.R. Tilaar, 1993 : 26) yaitu : Pertama, penelitian pendidikan yang bersifat empiris dan kuantitatif telah menyerap sejumlah besar dana dan daya, hasil-hasilnya diarahkan untuk melakukan analisis terhadap peranan pendidikan dalam mengurangi atau mempertahankan struktur pemerataan pendidikan. Jenis penelitian ini lahir bersamaan dengan meluasnya faham egalitarianisme secara berkelanjutan dalam bidang pendidikan. Kedua, berkembangnya penelitian-penelitian terapan (Action research) pada bidang pendidikan dalam bentuk quasi-experiment.

 Dari ketiga pendekatan tersebut, terlihat adanya perbedaan orientasi dalam melihaat masalah pendidikan, namun satu hal yang cukup menonjol adalah berkaitan dengan pentingnya pendidikan bagi kehidupan manusia yang berimplikasi pada perlunya upaya pemerataan pendidikan baik itu sebagai modal/investasi manusia, sebagai pemeliharaan terhadap sumber daya manusia, maupun sebagai aktivitas yang dialami sehari-hari yang terus menerus beninteraksi dengan lingkungan baik sosiologis, ekonomis, maupun lingkungan teknologis. Semua implikasi ini memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh dari pembuat kebijakan guna menciptakan situasi yang kondusif bagi warga masyarakat berpartisipasi lebih aktif dan bertanggungjawab dalam dimensi pendidikan yang lebih luas.

 Pemerataan Pendidikan(Perspektif formal)

 Pemerataan pendidikan dalam arti pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan telah lama menjadi masalah yang mendapat perhatian, terutama di negara-negara sedang berkembang. Hal ini tidak terlepas dari makin tumbuhnya kesadaran bahwa pendidikan mempunyai peran penting dalam pembangunan bangsa, seiring juga dengan berkembangnya demokratisasi pendidikan dengan semboyan education for all.

 Pemerataan pendidikan mencakup dua aspek penting yaitu Equality dan Equity. Equality atau persamaan mengandungn arti persamaan kesempatan untuk memperoleh pendidikan , sedangkan equity bermakna keadilan dalam memperoleh kesempatan pendidikan yang sama diantara berbagai kelompok dalam masyarakat. Akses terhadap pendidikan yang merata berarti semua penduduk usia sekolah telah memperoleh kesempatan pendidikan, sementara itu akses terhadap pendidikan telah adil jika antar kelompok bisa menikmati pendidikan secara sama.

 Coleman dalam bukunya Equality of educational opportunity mengemukakan secara konsepsional konsep pemerataan yakni : pemerataan aktif dan pemerataan pasif. Pemerataan pasif adalah pemerataan yang lebih menekankan pada kesamaan memperoleh kesempatan untuk mendaftar di sekolah, sedangkan pemerataan aktif bermakna kesamaan dalam memberi kesempatan kepada murid-murid terdaptar agar memperoleh hasil belajar setinggi-tingginya (Ace Suryadi , 1993 : 31). Dalam pemahaman seperti ini pemerataan pendidikan mempunyai makna yang luas tidak hanya persamaan dalam memperoleh kesempatan pendidikan, tapi juga setelah menjadi siswa harus diperlakukan sama guna memperoleh pendidikan dan mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk dapat berwujud secara optimal.

 

Dengan demikian dimensi pemeratan pendidikan mencakup hal-hal sebagai berikut :

 a. Equality of access

 b. Equality of survival

 c. Equality of output

 d. Equality of outcome

 apabila dimensi-dimensi tersebut menjadi landasan dalam mendekati masalah pemerataan pendidikan, nampak betapa rumit dan sulitnya menilai pemerataan pendidikan yang dicapai oleh suatu daerah, apalagi bagi negara yang sedang membangun dimana kendala pendanaan nampak masih cukup dominan baik dilihat dari sudut kuantitas maupun efektivitas.

 Sejak tahun 1984, pemerintah Indonesia secara formal telah mengupayakan pemerataan pendidikan Sekolah Dasar, dilanjutkan dengan wajib belajar pendidikan sembilan tahun milai tahun 1994. upaya-upaya ini nampaknya lebih mengacu pada perluasan kesempatan untuk memperoleh pendidikan (dimensi equality of access). Di samping itu pada tahapan selanjutnya pemberian program beasiswa (dimensi equality of survival) menjadi upaya yang cukup mendapat perhatian dengan mendorong keterlibatan masyarakat melalui Gerakan Nasional Orang Tua Asuh. Program beasiswa ini semakin intensif ketika terjadi krisis ekonomi, dan dewasa ini dengan Program BOS untuk Pendidikan dasar, hal ini menunjukan bahwa pemerataan pendidikan menuntut pendanaan yang cukup besar tidak hanya berkaitan dengan penyediaan fasilitas tapi juga pemeliharaan siswa agar tetap bertahan mengikuti pendidikan di sekolah. (Uhar Suharsaputra./Tenaga Akhli Bidang Pendidikan PPK IPM Kabupaten Kuningan)